Bayang-Bayang

Jumat, 24 Desember 2010

Ironi

Dalam peluh meretas ilalang yang meneteskan embun sebelum menghilang kala sang surya muncul dicelah kabut. Ketika sekat tak membatasi yang selalu bersama ruang. Meniti setapak demi setapak menuju asa yang terkadang bias namun sang surya berlahan meninggi mengikuti jejak kabut yang beranjak pergi, menjauh dari lembah yang dingin. Otot-otot yang mengembang mengintip disela kain penutup tubuh yang telah terkoyak, menyulam detik demi detik untuk sekedar bertahan sebelum tetes keringat membuat tubuh mengering.
Semilir angin yang berhembus dari laut membawa pertanda, para petarung ombak dalam kepingan-kepingan papan menembus gelapnya malam ditengah badai ketidakpastian telah kembali. Perahu telah bersandar bersama asa disambut riang bocah-bocah yang bertelanjang dada, setidaknya perut tidak ribut dikala sang surya sudah meninggi, biarlah yang lain jadi mimpi indah yang terkadang menyesakkan.
Dalam mimpi yang tergangu nyamuk di emperan toko, ada yang terbangun bersama riuhnya kenalpot yang meninggalkan asap, riuh suara tanpa sapa, gerutu dalam riuh itu sudah biasa. Biarlah, ada mozaik yang harus dirangkai, asa tinggallah asa, tak perduli dengan apa yang akan terjadi esok, bukankah semua sama saja?
Namun, diatas kursi empuk diruang yang sejuk. Nampak gagah dengan dasi yang indah  dalam dinding dipuncak menara, ada yang sibuk menghitung laba dari tiap tetesan keringat di gunung, laut dan emperan toko. Keringat enggan keluar, terlalu sejuk dengan keramik nan indah. Muka polos seolah suci, otak brilian tanpa rasa bingung menatap kertas ajaib yang menumpuk bersama asa mereka..
gambar, google

Tidak ada komentar: