Bayang-Bayang

Senin, 08 Agustus 2011

Badai dan Elang..

Sumber gambar: http://dollywildan.wordpress.com

"biasanya kalau mendaki gunung es gitu la', puncak sudah di depan mata tiba-tiba cuaca berubah, badai, yah kita harus turun ke camp dan kembali mencoba esoknya". Begitulah kata-kata seorang teman yang sudah beberapakali mendaki gunung salju saat berjalan menuju puncak salah satu gunung di negeri ini.

Tebayang bagimana beratnya untuk kembali memulai dari awal ketika segalanya sudah berada di depan mata, tapi begitulah badai, tak memandang apa,bagaimana dan siapa.

Pernah pula seorang dosen yang bergelar guru besar bercerita tentang perjuangannya sewaktu mengambil program Doktor (S3). Ketika desertasinya hampir rampung dan tidak lama lagi akan ujian, tiba-tiba Undang-Undang (UU) yang dibahas didalam desertasinya tersebut diubah dan semua rekomendasi yang ada dalam desertasinya sama/sudah tertuang dalam UU tersebut. Artinya usahanya selama hampir 5 tahun harus beliau ulangi dan memulai lagi menyusun desertasi dari awal. Mungkin inilah yang disebut badai kampus :).

Memang kedengarannya berat dan lebih berat lagi jika mengalaminya sendiri. Ah, dipikirkan saja berat bagaimana mengalaminya?

Cerita diatas kembali teringat ketika membaca tulisan yang menarik dari Eileen Rachman dan Sylviana Savitri dalam Kompas Klasika (6/8/2011) yang berjudul "Mentalitas Elang" tentang badai yang melanda pekerjaan/karir, ketika seseorang yang karirnya sudah mulai menanjak tiba-tiba dibebastugaskan dari posisinya dan setelah beberapa bulan kemudian baru di beri penugasan baru ia siap dengan sikap mental yang lebih rendah hati tetapi semangat yang berlipat ganda seperti mentalitas elang. Bahwa seekor elang pada saat merasa bahwa bulu-bulunya tidak kuat lagi, maka ia akan berdiri tegak disebuah batu karang tempat angin bertiup kencang merontokkan bulu-bulunya. sesudah itu dia akan bersembunyi diantara batu-batu dan menunggu sampai bulu baru tumbuh kembali. Bagaimana elang justru bisa memanfaatkan badai.


Badai memang tidak hanya terjadi di gunung, bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Dalam kehidupan sehari-haripun kita sering mengalaminya entah itu dimana walau berbeda bentuk dan seringkali pula tidak disadari. Bukankah di gunung, di pantai, tebing, sungai, gua dan dimana saja adalah bagian dari hidup itu sendiri?

Seperti kata-kata "badai pasti berlalu", apakah memanfaatka badai sebelum berlalu dan memulai kembali dengan semangat yang lebih? Asal jangan ikut berlalu bersamanya..

Rabu, 03 Agustus 2011

Sederhana Saja..

Dari huruf-huruf yang engkau rangkai satu-satu
menjadi kata-kata lalu menjelma dalam bait-bait..tuturmu lugas dalam kalimat-kalimat kemudian menjadi bab-bab dalam helai-helai kertas putih yang tipis..

aku mencintai kebebasanmu dalam tiap huruf yang tergores..aku menggilai bibirmu yang bergerak lirih dalam setiap nada yang terucap..

aku mencintai kepolosanmu menertawakan kemunafikan, aku merindukan caramu tanpa polesan yang memuakkan itu..

sederhana saja seperti angin yang yang bertiup, sejuk lalu pergi..menggerakkan rumput-rumput, menggugurkan dedaunan tua..

sederhana saja seperti huruf-huruf dari tinta murahan dalam gulungan kertas putih yang terbuang di pinggir selokan..

aku mencintai sajak-sajakmu, yang tanpa akhir..segala tentangmu..