Bayang-Bayang

Senin, 18 Juli 2011

Setia (janji)








huruf-huruf itu teruntai malu-malu
menjelma menjadi sajak nan syahdu
laksana air, menguap menjadi hujan
sejuk mengalir, menumbuhkan hutan-hutan

lalu...

huruf-huruf itu teruntai asal-asalan
menjelma menjadi kata tak bertuan
laksana angin, membelai sambil berlalu
sejuk berhembus, meninggalkan sembilu-pilur-pilu

lalu...
sampai kapan kau setia?
........................................................................


(sumber gambar:http://cameliabackrie.wordpress.com/about/goresan-tangan/ )

Minggu, 17 Juli 2011

Cermin (masihkah kau ingkar?)

Kau cairan kental, berjuang menembus liang gelap diantara jutaan pesaingmu, mengoyak dinding-dinding rapuh. Mendekam berbulan-bulan, berlindung dalam daging kasih sayang yang kelak akan kau dustai, menunggu Sang pemilik waktu meniupkan kehidupan..

Kau yang tak mengerti apa-apa, entah meratap atau mencibir dalam erangang keluar kekeluasan misteri. Tak ada sama, tak ada beda. Suci dari segala, tak peduli kau dari tempat siapa, dimana, oleh siapa, dan terjadi dengan cara bagaimana..

Kau yang tanpa beban, dipaksa berdiri didandani di depan cermin. Bermain, menagis, dan tertawa. Menari leluasa penuh keindahan direlung irama waktumu. Tak paham apa-apa, tak mengerti apa-apa. Bagimu dunia adalah duniamu.

Kau yang mulai menyisir rambutmu di depan cermin, sesekali mengubah mode sesuai trend, mulai melirik nakal kesana-kemari. Berharap secepatnya meninggalkan apa yang akan kau ratapi kelak untuk kembali. Ingin menjadi apa yang belum waktumu, apa yang kelak akan kau pahami..

Kau yang menatap cermin agak lama, sesekali mengetes suaramu yang terdengar sumbang. Langitpun menggantung diatasmu. Semua seolah dalam genggaman, memberontak mengikuti adrenalin, mengejar jiwamu yang berlari..

Kau yang bingung mengamati kerutan-kerutan di cermin, tak percaya, semua begitu cepat terasa. Dunia seakan sangat sempit. Mencoba bijak, terkadang penuh kepalsuan. Penuh beban, berharap kembali kekeluguan jiwamu..

Kau yang tak lagi kekar memandang dalam tanah kering di halaman rumahmu. Terpaku lama di depan cermin usang, yang tergantung lesuh di dinding rapuh. Mengingat kembali yang tak bisa kau ulang. Entahlah, apakah bahagia atau resah, di terminal kepastian yang tak jelas waktu datangnya, menunggu kembali..

Cermin (masihkah kau ingkar?)