Bayang-Bayang

Inakke

"Untuk lebih mengenal diri sendiri terkadang dibutuhkan penilaian orang lain, walau banyak yang merasa paling tau tentang orang lain tapi tak mengenal dirinya sendiri"


Inilah bagian yang tersulit. Bercerita mengenai diri sendiri!
Memuji terkesan narsis, merendah dikatakan tidak percaya diri. Sebagai manusia yang terlahir dan besar di kampung, sebuah desa terpencil di Sulawesi Selatan, biasanya dididik untuk merendah, sebagaimana petuah bugis "puji ale makkasolang" yang artinya memuji diri sendiri itu merusak. Ketika merantau ke kota, justru terbalik dan dikatakan tidak percaya diri dan kampungan.

Jalan terbaik adalah tak usah pedulikan karena itu sama sekali tidak penting, karena memang tidak penting.

Penting atau tidak penting, terkadang sangat subjektif bahkan terkesan kabur dan absurd. Seperti penegakan hukum terutama bagi koruptor, apakah penting atau tidak? atau cuma pura-pura terkesan penting? Semakin banyak yang berbicara itu penting, koruptor pun semakin merajalela. Sebagai salah satu subjek yang tidak penting (yang kebetulan masih belajar hukum) di negara ini "maaf" kalau saya mengatakan itu tidak penting, karena biasanya hal-hal yang tidak penting justru dianggap penting, seperti rencana pembangunan gedung wakil rakyat di senayan.

Terdampar di kota pelajar dan masih sering bermasalah dengan perut. Sebagai manusia pembelajar, sangatlah tidak etis jika berbicara mengenai perut, apalagi jika hanya sibuk memikirkan perutnya. Tapi jangan salah, ideologi perut alasan terbaik untuk menghalalkan semua cara, termasuk cara yang tidak halal. Anomali perut, ada yang kelebihan isi ada pula yang sukar terisi. Namun yang kelebihan isi perut inilah yang paling sering menggunakan ideologi perut sebagai alasan pembenaran.  

"Walau semua orang berbicara dengan manfaat dan guna, aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan" sepenggal puisi Soe Hok Gie (Mandalawangi-Pangrango). Walau saat ini masih di kota pelajar dan beranggapan, belajar tak melulu harus diruang kelas. Alam begitu luas sebagai guru, dan bukankah pengalaman adalah guru terbaik? Walau terkadang banyak yang sibuk mencari korelasinya dengan hukum untuk bertanya tujuan saya (Hukum dan Naik Gunung), sering dianggap tidak penting dan jauh dari ideologi perut. Ah itu tidak penting,  bukankah kehidupan tak hanya hukum dan jauh lebih kompleks dari hukum apalagi sekedar perut? Dan alasan belajar inipun sering sekali menjadi klise untuk menjawab segala tanya. Abstrak, kehidupan itu abstrak, seperti abstraknya cinta dan keindahan. "Hutanmu adalah misteri segala, cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta" dalam puisi yang sama.

Akh.....Bukankah semua tergantung sang pencerita?? Kalau begitu, mari bercerita..

Tidak ada komentar: