Bayang-Bayang

Senin, 31 Oktober 2011

Sore Itu di Perempatan Jalan..

Sumber Gambar: Google
Pagi itu langit cerah, sinar mentari mengintip di celah-celah kaca jendela. Langit tidak seperti biasanya, tidak ada awan yang bergelantungan mengihiasi cakrawala. Tak terasa matahari mulai meninggi, bergegaslah dia melakukan rutinitas pagi (mandi dan gosok gigi). 


Sembari berpakaian, sesekali dia melirik jam penanda sang waktu tergantung di dinding yang menutupi lubang bekas paku. 07.37 tertunjuk pada jarum pendek jam tersebut. Tanpa bercermin dia lalu mengambil tas kecil yang didalamnya sudah terdapat beberapa buah buku. Hari itu dia mau mengikuti seminar yang diadakan di kampusnya. di undangan tertulis "acara dimulai pukul 08.30".


Sesampainya di tempat seminar, ternyata acara belum dimulai, dia memilih duduk di tangga dekat tempok yang agak sepi sambil menghempaskan nikotin bercampur asap ke udara setelah melewati paru-parunya. Seorang laki-laki paruh baya mendekatinya dan meminta korek. Yah, sesama penikmat asap biasanya saling mendekati.


"belum mulai yah dek? ucap laki-laki paruh baya itu memulai percakapan.
"belum pak, mungkin sebentar lagi".
"dari instansi mana dek?
"masih kuliah pak, belum kerja" guman dia pelan..Status mahasiswa memang menyenangkan, selalu banyak alasan yang bisa dimunculkan dan titel ini bisa jadi tameng yang ampuh.


Tidak lama panggilan pun terdengar agar memsuki ruangan. Percakapan itu terhenti. Dia dan laki-laki paruh baya tersebut memasuki ruangan tetapi mengambil tempat duduk yang berbeda jarak.


Seminar yang bertemakan pancasila dan konstitusi negara ini agak lain dari biasanya. Biasanya di penuhi orang-orang tua yang beruban kini mulai nampak yang muda-muda. Sejenak matanya dia arahkan ke sekeliling ruangan lalu terhenti. Sesuatu yang lembut dan bening nampak di sudut ruangan yang berjenis kelamin lain. Tanpa dia sadari, perhatiannya lebih tertuju ke sudut ruangan itu, mungkin sudah bosan dengan semua teori-teori yang membosangkan. Dan yang di sudut itu pun sangat menyadari kelebihannya fisiknya yang lagi asik menjadi pembicara ke teman-teman sekitarnya tanpa sekali pun memperhatikan narasumber sesungguhnya. Mungkin seminar lagi ngetren atau sekedar memenuhi kuota sertifikat.


Kini pendengarannya dipenuhi kata-kata syurga, ketuhanan, keadilan, kemanusiaan menggema di ruangan itu, perdebatan sesekali terdengar, ada yang optimis ada yang pesimis, kritik, saran dan macam-macamnya, toh itulah demokrasi pikirnya. Yah, demokrasi itu akan selalu menjadi riuh, semua berhak berpendapat bahkan menhujat pun tak lagi bisa dibedakan dengan mengkritik. 


Seperti seminar-seminar yang lain, tumpukan makalah, pembicara yang rapi dan peserta yang kadang ributnya melebihi pembicara, menjadi hal yang biasa. Tumpukan kertas dan kata-kata yang indah melayang-layang, dan biasanya berakhir pula begitu acara berakhir. Seperti obrolan di warung kopi yang berakhir ketika kopi telah tandas.


Waktu dari pagi hingga sore, dipenuhi kata-kata begitu melelahkan walaupun sempat istirahat waktu ishoma.
15.00 tertunjuk di jam dinding ruangan itu. Waktu adalah pertanda. Artinya 15.00 seminar itu berakhir, dia pun bergegas mengambil motor buntutnya, tidak sabar lagi untuk kembali. 
Tepat di depan tempat seminar tadi ada perempatan lampu merah, dia pun berhenti ketika lampu merah menyala, mungkin takut kena tilang. Warna adalah isyarat!


Masih terngiang di telinganya tentang ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial di telinganya. Maklum, kata-kata tadi sering sekali di ulang-ulang bahkan dari SD sampai SMA tiap hari senin di bacakan. Tiba-tiba ada yang menyentuh lengannya dan di telinganya terdengar kata-kata "pak-pak tolong beri sedikit bantuan pak,". Dia pun menoleh dan melihat seorang pengemis tua menggendong anaknya  meminta belas kasihan.


Lampu merah berganti hijau, sekali lagi warna adalah isyarat walau semua warna dasarnya sama saja. Dia lalu memutar gas motornya, berbelok ke kanan menuju pulang.