Bayang-Bayang

Selasa, 01 Februari 2011

Pesan Einstein

  Foto oleh Oren J. Turner tahun 1947,Sumber: Wikipedia

Albert Einstein

Hakekat Nilai dari Ilmu:
Pesan Kepada Mahasiswa California Insitute Of Technology

Rekan-Rekan yang Muda Belia:
Saya merasa sangat bahagia melihat Anda semua di hadapan saya, sekumpulan orang muda yang sedang mekar yang telah memilih bidan keilmuan sebagai profesi.

Saya berhasrat untuk menyanyikan hymne yang penuh puji, dengan reflain kemajuan pesat dibidan keilmuan yang telah kita capai, dan kemajuan yang lebih pesat lagi yang akan Anda bawakan. Sesungguhnya kita berada dalam kurun dan tanah air keilmuan. Tetapi hal ini jauh dari apa yang sebenarnya yang ingin saya sampaikan. Lebih lanjut, saya teringat dalam hubungan ini kepada seorang muda yang baru saja menikah dengan seorang istri yang tidak terlalu menarik dan orang muda itu ditanya apakah dia merasa bahagia atau tidak. Dia lalu menjawab ”Jika saya ingin mengatakan yang sebenarnya maka saya harus berdusta.”

Begitu juga dengan saya. Marilah kita perhatikan seorang Indian yang mungkin tidak beradab, untuk menyimak apakah pengalaman dia memang kurang kaya atau kurang bahagia dibanding dengan rata-rata manusia yang beradab. Terdapat arti yang sangat maknawi dalam kenyataan bahwa anak-anak dari seluruh penjuru dunia yang beradab senang sekali bermain meniru-niru Indian.

Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawabannya yang sederhana adalah – karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar.

Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian dia membikin hidup kita dikejar waktu  dan penuh tak tentu. Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin, dimana setelah hari-hari yang panjang dan monoton kebanyakan dari mereka pulang dengan rasa mual, dan harus terus gemetar untuk memperoleh ransum penghasilan yang tak seberapa. Kamu akan mengingat tentang seorang tua yang menyanyikan sebuah lagu yang jelek. Sayalah yang menyanyikan lagu itu, walau begitu, dengan sebuah itikad, untuk memperlihatkan sebuah akibat.

Adalah tidak cukup bahwa kamu memahami ilmu agar pekerjaanmu akan meningkatkan berkah manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis, perhatian kepada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan. Janganlah kau lupakan hal ini ditengah tumpukan diagram dan persamaan.
(1938)
Dikutip dari buku ILMU DALAM PERSPEKTIF
Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakikat Ilmu
Ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri
Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2009

The Road Not Taken


Dua jalan bercabang di hutan yang menguning,
Maaf aku tak bisa melewati dua-duanya
Sebagai satu-satunya pengelana, lama aku berdiri
Menatap salah satunya sejauh mungkin
Sampai jalan itu berbelok di semak-semak.

Lalu kupilih jalan yang lain, sama rupa dan wujudnya,
Mungkin malah tampak lebih baik,
Karena jalan itu berumput dan ingin di pijak;
Meski lalu lalang di tempat itu
Telah samar-samar mengubah keduanya

Pagi itu dua jalan sama-sama membentang
Tertutup daun-daun yang tak pernah terinjak.
Oh, kusimpan yang pertama untuk lain hari!
Meski melihat dari pengalaman,
Aku ragu apakah aku akan kembali.

Dengan berat aku bercerita
Pada masa yang teramat lampau:
Dua jalan bercabang di hutan, dan aku...
Aku memilih jalan yang jarang dilalui orang,
Dan pilihanku sudah membuat perbedaan besar.


Oleh Robert Frost,
Dikutip dari buku Paulo Coelho (The Winner Stands Alone)