Bayang-Bayang

Selasa, 28 Desember 2010

Surga yang Suram


Tuan, dinegeriku yang di antah brantah, negeri surga dengan beribu pulau nan elok, sangat kaya dengan anugrah yang luar biasa, batu pun bisa menjelma menjadi permata, gunung-gunung,sungai-sungai,danau-danau, semua mempesona, apa yang kau cari tuan? semua ada di sini..

Tapi entah mengapa, surgaku kini suram, sangat kelabu, matahari enggan nampak..mungkin kami terlalu terbuai dengan segala nikmat, atau kami yang tak tahu menghargai dan menjaga segala nikmat, begitulah terlalu banyak yang datang membuang resahnya lalu pergi, berpaling pun tidak tuan..yang tertinggal hanyalah sampah membusuk berserakan dengan aroma menyengat dan ulat-ulat yang menjijikkan!!teramat sangat..
Lalu mereka bertengkar, bertengkar memperebutkan apa saja asal senang, selain sampah yang terbuang, menganggap semua warisan kakek neneknya..

Entahlah, tiba-tiba muncul secercah mentari, cuma secercah! para pecundang berbondong-bondong menklaim itu jasanya..terlalu banyak yang berkepentingan jadi pahlawan, semua mau jadi pahlawan..sudahlah, dinegriku sudah terlalu banyak pahlawan dan sudah terlalu banyak pula pahlawan sebenarnya yang diabaikan. Ketika secercah mentari itu meredup berbondong-bondonglah mereka mencari korban, harus ada korban! itulah cara kerja pecundang..

Kasihan mereka yang menghidupkan secercah mentari, anak-anak lugu yang dihancurkan berlahan, dipoles sedemikan rupa..Diberi beban yang tak mampu mereka bawa..
Yah, ini surga Tuan, bagi mereka para pecundang nurani..

Senin, 27 Desember 2010

Angkuh

Pernakah engkau melihat mentari tak terbit dikala pagi?
Pernakah engkau melihat air mengering di lautan?
Pernakah engkau melihat udara yang berhembus lewat hidungmu?
Pernakah engkau melihat tanah menjadi marah yang tiap saat kau injak?
Pernakah engkau melihat mereka meminta imbalan?
Tidak! aku yakin tidak!

Lalu untuk apa dan siapa semua itu?


Mungkinkah mentari suatu saat akan padam?
Air mengering dilautan?
Udara tak lagi berhembus lewat hidung?
Tanah tak lagi menumbuhkan apa-apa?
Mungkin saja! aku yakin mungkin!

Adakah yang abadi selain keabadian?
Lalu apakah yang membuatmu angkuh?
la_solucion  (gambar, kaskus)

Sabtu, 25 Desember 2010

Ingkar

Seperti waktu yang tak pernah terlambat, berjalan konstan, megikuti irama sang kala..
Laksana merpati yang tak pernah ingkar..berjalan sesuai irama..
Malam semakin larut, otak tetap beku walau nada semakin syahdu..

Sayup-sayup irama gitar agak melambat..
Subuh mulai menyapa..
Lambat laun suara gitar itu menghilang..
Terganti dengan suara azan yang menyelinap kedalam telinga..

Ada suara melantungkan ayat-ayat..
Begitu merdu memecah sunyi dalam cengkraman subuh..
Menggetarkan setiap sendi-sendi tubuh yang rapuh..
Teramat rapuh, dalam balutan tulang belulang dan kulit yang mengering..

Kotak kecil mulai penuh dengan ampas yang terbuang bersama asap yang mengepul..
Menyelimuti dinding-dinding yang membisu..
Menatap sayu gambar yang kaku disudut kamar yang sempit..
Bergeser pelan dari layar monitor yang menyita detik demi detik tiap detak jantung..

Ada suara yang sangat pelan, apakah ini mimpi? suara itu begitu halus menyapa sunyi..
Bersama lantunan ayat-ayat menghentak kebisuan disaat hening..
Begitu lambat namun jelas, merasuk begitu dalam..
"Apakah yang membuatmu enggan beranjak dari kegalauan?
"Apakah ingkar adalah seni?

Sesaat lalu menghilang..
Lalu,, sepi kembali membawa gundah..
Bertanya tentang arti semua..

Akh..
Subuh akan segera beranjak dari peraduan malam..
Tak perlu untuk menunggu..
Bukankah menunggu terkadang menyesakkan?

Jumat, 24 Desember 2010

Ironi

Dalam peluh meretas ilalang yang meneteskan embun sebelum menghilang kala sang surya muncul dicelah kabut. Ketika sekat tak membatasi yang selalu bersama ruang. Meniti setapak demi setapak menuju asa yang terkadang bias namun sang surya berlahan meninggi mengikuti jejak kabut yang beranjak pergi, menjauh dari lembah yang dingin. Otot-otot yang mengembang mengintip disela kain penutup tubuh yang telah terkoyak, menyulam detik demi detik untuk sekedar bertahan sebelum tetes keringat membuat tubuh mengering.
Semilir angin yang berhembus dari laut membawa pertanda, para petarung ombak dalam kepingan-kepingan papan menembus gelapnya malam ditengah badai ketidakpastian telah kembali. Perahu telah bersandar bersama asa disambut riang bocah-bocah yang bertelanjang dada, setidaknya perut tidak ribut dikala sang surya sudah meninggi, biarlah yang lain jadi mimpi indah yang terkadang menyesakkan.
Dalam mimpi yang tergangu nyamuk di emperan toko, ada yang terbangun bersama riuhnya kenalpot yang meninggalkan asap, riuh suara tanpa sapa, gerutu dalam riuh itu sudah biasa. Biarlah, ada mozaik yang harus dirangkai, asa tinggallah asa, tak perduli dengan apa yang akan terjadi esok, bukankah semua sama saja?
Namun, diatas kursi empuk diruang yang sejuk. Nampak gagah dengan dasi yang indah  dalam dinding dipuncak menara, ada yang sibuk menghitung laba dari tiap tetesan keringat di gunung, laut dan emperan toko. Keringat enggan keluar, terlalu sejuk dengan keramik nan indah. Muka polos seolah suci, otak brilian tanpa rasa bingung menatap kertas ajaib yang menumpuk bersama asa mereka..
gambar, google

Kamis, 09 Desember 2010

Cukup Hujan yang Membasahi Bumi..


Hari ini hujan tak seperti kemarin,, agak melambat sedikit pelan..Mungkin sudah mulai bosan ataukah volume air yang hendak ditumpahkan sudah berkurang..Tak lama hujan pun mereda tanpa perlu komando.. Sudahlah, jangan lagi ada air yang jatuh selain hujan..
Pelan, kubuka kamar kosong dekat kolam dengan ikan-ikan berwarna kekuningan..Kutatap sebentar lalu kubereskan sedikit, ah dah lumayan bersih.. satu-persatu buku-buku yang hampir usang kupindahkan, meja, kursi dan bereslah semua..
Simpel dan sederhana, tempatku akan melemaskan otot-otot dan berkutat dengan buku-buku menyelesaikan apa yang seharusnya kutuntaskan..
Hujan dari tadi berlalu, tapi dinginnya tidak, ia tetap setia..
Buku-buku itu kembali kubolak-balik tak jelas, tapi tak ada gairah menyelami kedalaman isinya.. dingin tetap enggan beranjak, mengajakku terlelap, kembali bermimpi, tapi tidak! Itu nanti..
Tiba-tiba telpon gengamku berbunyi..
"Assalamualaikumm,,”
"waalikumussalam” sedikit bersemangat walau agak dipaksakan..
”kamu baik-baik saja? Katanya sepupumu, kamu habis maen ke Pulau Dewata ya? Wah..jantung berdetak kencang, akh ketahuan juga..
”iya, jalan-jalan”..
”berapa lama disana? Sama siapa?...
"satu mingguan, sama temen ehehe”..
”ooh, kapan-kapan pulanglah dulu, dah berapa bulan dak pulang”..
“nantilah, masih sibuk nih"..
Sesaat tak ada suara..”kamu baik-baik saja kan, katanya habis sakit? Suara itu berubah agak parau,, 
“iya, udah sehat sekali kok, aku ga apa-apa”..
”duitmu gimana? Kamu makan apa? Kalo butuh bilang aja” ..
“masih-masih, cukuplah beberapa hari, tapi ga bakalan nyampe bulan depan”..
"mau di tambah berapa?bilang aja”..
”berapa-berapalah, seadanya” bukan bijak cuma ga enak..
”oke nanti tak kirim, kapan-kapan pulanglah kami rindu,..” 
"nanti deh, urus tugas akhir dulu”.. teringat tujuh kurcaci-kurcaci mungil yang hampir semua seumuran, dah mulai nakal dengan senyum polos selalu menyambutku bila pulang..kusebut mereka ponakanku..
Agak lama, lalu..“ooh, oke-oke sudah dulu yah, baik-baik disana, Assalamualaikum” suara yang tadi parau kini agak tidak jelas, ada isak di ujung telpon..
”iye,, waalaikumussalam” ucapku kaku..
Akhhhh..ada lagi air yang jatuh ke bumi disebrang pulau sana, kali ini bukan tetesan hujan walau dinginnya sama terasa disini..
Lagi-lagi air matamu terjatuh ke bumi ini, Maaf Bu’ walau kau tak mendengarnya lagi, kutau Engkau merindu, aku pun sama””.. Karena Ada asa menggantung dilangit..
Akh,, cukuplah air hujan yang membasahi bumi, jangan lagi ada yang lain “maaf Bu..”
...Maafkan daku lelaki lelaki tunggal kebanggaanmu yang keras kepala...


Rabu, 08 Desember 2010

Aku Tak Bersama Angin..

Di suduk kamar dengan alaunan musik yang tak menghentak, menantap dalam kaleng-kaleng kosong
yang berserakan. Kepulan asap seperti kabut menyelimuti, sedikit terbuang lewat jendela yang terbuka separuh.

Teringat pasir-pasir yang berserakan dengan tiupan angin menuju atapmu. Angin yang hampir saja menerbangkan tubuh kurus ini menuju lembah_MU yang dalam, lalu? akh aku tak suka mengenang,
karena katanya mengenang adalah tugas sejati para pecundang. Tapi biarlah kali ini,,aku jadi pecundang.

Aku terlalu rendah untuk jadi penakluk, biarlah aku belajar menaklukkan diriku sendiri..

Mimpi? yah, dulu ini mimpiku,
sekarang tidak lagi, ini nyata!
Lalu kembali aku bermimpi, karena seperti katamu, berawal dari mimpi lalu wujudkan..
Akh, retorika, lagi-lagi retorika. Bukankan dunia banyak berubah karena retorika?

Aku tak pernah enggan bercengkrama dengan siapa pun, kerena memang indah menjadi manusia dengan kebebasan yang diberikan oleh-NYA.. Terima kasih, cuma itu yang bisa kukatakan karena ku yakin Engkau tak butuh apa-apa termasuk balasan. Engkau Ikhlas, aku pun belajar dan belajar untuk itu..Semoga..

Aku tak pergi bersama angin, satu dunia, anak semua bangsa. Aku pergi bersama saudaraku,
saudaraku yang jauh seperti halnya saudara-saudaraku yang lain termasuk engkau jika tak enggan,
karena aku tak pernah membedakan saudara-saudaraku. entah siapa dan dari mana..

Kuyakin engkau pun tak sendiri, banyak yang bersedia bersamamu bernyanyi, terbang mengarungi kebebasan..

Aku berbagi, belajar bersama mereka, kaupun begitu cuma berbeda alam..
Terimakasih atas doa dan seyum yang menghantarku pergi, aku pun tahu itu, tapi,
selanjutnya ada kata yang tak terbahasakan..

Sesaat angin berhembus lewat jendela yang terbuka setengah, mungkin mengajakku beranjak, tapi tidak
aku disini, mencoba menyelesaikan apa yang telah kumulai, walau agak telat,, "maaf" Ayah Bunda, walau
engkau tak pernah memaksakan apapun untukku, itulah Cintamu dalam C besar"""membebaskan""

Alunan lagu jadi syahdu,
angin pun hanya bertiup sepoi-sepoi,
asap berlalu, menjauh pergi.
Tidak,, Aku tetap disini..

Senja..seperti biasa

Sesaat terlupa dalam rentang waktu
ada jarak dalam tiap detik
singkat dan tak jelas
seperti senja berganti malam
berlalu membawa sedih yang diam-diam
dan seperti biasa, tak terjelaskan

Biarlah, ketika subuh kau terganti
tak perlu merajuk untuk bertahan
pergilah sejauh yang kau mau
bukankah esok senja akan kembali
dengan kesedihan yang sama?
lalu kembali terlupa kala subuh
seperti biasa...

Selasa, 07 Desember 2010

Alam Bahasa..

Kilau mentari mengintip malu diantara celah-celah awan pagi itu,
tapi derasnya angin tak berarti apa-apa terhadap cahayanya,
tetap berkilau kekuningan,
bukan emas cuma warna,
tidak lama, awan memberi ruang untuknya.
angin tetap bertiup kencang,
pasir tetap sama,
cuma sedikit berubah,
hangat..

Gemuruh,
angin bersuara, walau tak tampak,
bebatuan tetap diam,
enggan beranjak dari tempatnya.
itulah batu,
diam dan membisu,
tapi jangan remehkan batu yang menghalangi tubuh dari angin,
mengurangi panas tubuh terbuang percuma,
yah, begitulah bahasa mereka dalam diam,
bahasa kehidupan..

Akh,,
Kabut berlahan turun,
meniti jurang menuju lembah,
edelweis tetap abadi..

Aku Jalan..

Jalan hidup memang berliku, sangat berliku. Kadang indah, kadang kelam.
Namun yang terpenting adalah memilih jalan, dan menjalani jalan itu betapapun berlikunya.
Walau terkadang banyak yang tak mengerti jalan yang orang lain pilih.
dan berharap semua berjalan dijalannya, dijalan hidupnya.

Indah, terkadang sangat indah walau terkadang pula hanya sesaat.
"Keberuntungan pemula" kata Paulo Coelho. Selanjutnya alam semesta akan menguji.
dan menyeleksi yang terpilih. Yang bertahan (survive) dengan takdirnya.
Yang tak tahan, "maaf" silahkan minggir! alam semesta tak mengenal status dan strata.

Ujian, yah segala sesuatu butuh di uji, apapun itu.
dan terkadang tak dimengerti.
Itu untuk menempa jiwa-jiwa pengembara agar tidak kerdil.
Sekeras baja, selembut sutra.
Sedalam bumi, setinggi langit.
Seluas cakrawala.
Sesederhana Cinta.
Serumit mencintai.

dan aku?
tak usah kau hiraukan.
Aku Jalan.
Aku hanyalah debu yang menempel di kerah bajumu.
Kerikil kecil yang melukai kakimu.
Menghambatmu melangkah jauh.

Aku Jalan.
Aku terbiasa.
dan biarlah Aku jalan sendiri.